Jumat, 28 Agustus 2015

tugas kelompok: biografi tokoh kesehatan

Impian Mustahil Bocah Minang

Karya tulis kali ini, akan membahas sosok seorang pejuang kesehatan yang tidak begitu familiar ditelinga. Sosok yang sangat peduli terhadap kesehatan masyarakat dan juga seorang ‘malaikat’ bagi kaum miskin. Beliau adalah Dr. Lie Augustinus Dharmawan, Ph.D, Sp.B, Sp.BTKV.
Dr. Lie lahir di Padang, 16 April 1946 dan bersal dari keluarga yang amat sederhana. Dokter dengan nama kecil Lie Tek Bie ini memiliki 6 saudara kandung. Dan pada saat usianya menginjak 10 tahun, ayahanda tercinta meninggal dunia. Dan akhirnya, kondisi ini mengharuskan sang Ibu yang hanya lulusan Sekolah Dasar untuk membesarkan ketujuh buah hatinya seorang diri.

Dengan kondisi yang sangat memprihatinkan tersebut, Lie memutuskan untuk membantu sang ibu mencari uang. Lie banyak belajar arti ‘peduli’ dari sang ibunda yang sangat memperhatikan nasib kaum miskin dan tidak ragu untuk membantu mereka, walaupun keadaan keluarga Lie pun dalam keadaan yang tak kalah menyedihkan.

Lie sudah memiliki cita-cita sebagai dokter sejak ia masih duduk dibangku Sekolah Dasar. Ketika ia menyampaikan cita-citanya didepan kelas, teman-teman sebaya Lie hanya tertawa geli mendengar hal itu. Namun Lie tetap bersikukuh. Banyak sekali alasan yang membuat Lie akhirnya memilih untuk menjadi seorang dokter. Salah satunya adalah, kematian adiknya yang disebabkan karena sakit diare dan tak kunjung ditangani. Alasannya mudah ditebak, Apalagi kalau bukan karena mereka miskin. Ditambah lagi keprihatinan Lie terhadap masayrakat miskin yang terpaksa tidak berobat ke dokter dengan alasan biaya.
Perjuangan Lie untuk menjadi seorang Dokter tidaklah mudah, banyak faktor penghambat yang menjadi alasannya. Namun beliau percaya akan takdir indah yang Tuhan berikan. Setiap hari ia selalu pergi ke gereja untuk sekedar berdo’a. menyampaikan keluh kesah serta harapan-harapannya. Lie sangat menginginkan melanjutkan studi nya ke Jerman. Namun apadaya? Ia bukan seorang konglomerat.

Pada tahun 1965 Lie lulus SMA dengan nilai prestasi gemilang. Lie pun mencoba mendaftar kuliah di Fakultas Kedokteran, namun tak ada satupun Universitas di Jawa yang menerimanya. Hingga akhirnya, ia mendapat kesempatan kuliah di Res Publica (URECA) dimana universitas ini didirikan oleh para petinggi organisasi Badan Permusyawaratan Kewarganegaraan Indonesia tahun 1958 namun baru beberapa hari kuliah, kampusnya dibakar oleh massa. Akhirnya ia tidak dapat melanjutkan kuliahnya, dan Lie Dharmawan kemudian memutuskan untuk menjadi pekerja serabutan demi membeli tiket pesawat ke Jerman untuk mewujudkan cita-citanya.

Di usianya yang ke 21 tahun, Lie Dharmawan pun mendaftarkan diri ke sekolah kedokteran di Berlin Barat, Jerman namun tanpa dukungan beasiswa. Dengan tekad yang kuat ia akhirnya diteriman di fakultas Kedokteran Free University, Berlin Barat. Dan untuk memenuhi biaya kuliah dan kehidupan sehari-harinya, Lie Dharmawan kemudian bekerja sebagai kuli bongkar muat barang. Pada kesempatan yang lain, Lie juga bekerja di sebuah panti jompo yang salah satu tugasnya adalah membersihkan kotoran lansia berusia 80 tahun-an.

Lie Dharmawan tetap berprestasi sekalipun sibuk bekerja, sehingga ia mendapat beasiswa, itu semua ia gunakan untuk biaya sekolah adik-adiknya. Tahun 1974, Lie berhasil menyelesaikan pendidikannya dan mendapat gelar M.D. (Medical Doctor). Empat tahun setelahnya, Lie sukses menyandang gelar Ph.D. Melalui perjuangan tanpa kenal lelah selama sepuluh tahun, Lie akhirnya lulus dengan membanggakan dimana ia lulus empat spesialisasi yakni ahli bedah umum, ahli bedah toraks, ahli bedah jantung dan ahli bedah pembuluh darah.

Selama enam bulan Lie di Semarang kemudian ke RS Rajawali, Bandung. Tahun 1988, Lie berkarir di RS Husada, Jakarta hingga saat ini. Kegiatan sosial pertama Lie sebagai seorang dokter bedah di Indonesia dilakukan saat mengoperasi secara cuma-cuma seorang pembantu rumah tangga tahun 1988. Selanjutnya, Lie juga terus mengupayakan bedah jantung terbuka (bedah di mana jantung dihentikan dari pekerjaannya untuk dibuka untuk diperbaiki). Bedah semacam ini melawan arus karena butuh peralatan yang lebih canggih dan mahal, namun harus dilakukan dalam operasi skala besar. Tahun 1992, Lie akhirnya sukses melangsungkan bedah jantung terbuka untuk pertama kalinya di rumah sakit swasta di Jakarta.

Dr Lie Darmawan tidak pernah lupa kata-kata Ibunya sejak kecil yang ia pegang terus sampai ia berhasil menjadi dokter dengan keahlian empat spesialis bedah.
"Lie, kalau kamu jadi dokter, jangan memeras orang kecil atau orang miskin. Mungkin mereka akan membayar kamu berapapun tetapi diam-diam mereka menangis di rumah karena tidak punya uang untuk membeli beras".

Inspirasi ini melekat  kuat dalam benak Lie. Bersama DoctorSHARE, Lie mendirikan Rumah Sakit Apung (RSA) Swasta, yang diberi nama KM RSA DR. LIE DHARMAWAN. Pelayanan medis dalam RSA dilakukan dengan cuma-cuma. Dari koceknya, ia mewujudkan mimpi yang muskil, membangun rumah sakit apung. Kemudian berlayarlah Lie Dharmawan mengunjungi pulau-pulau kecil di Nusantara, mengobati ribuan warga miskin yang tak memiliki akses pada pelayanan medis. Tujuan didirikannya RSA ini adalah untuk melayani masyarakat yang selama ini kesulitan mendapat bantuan medis dengan segera karena kendala geografis dan finansial, terutama untuk kondisi darurat, khususnya bagi masyarakat prasejahtera yang tersebar di kepulauan di Indonesia. Rumah Sakit Apung milik dr. Lie hanyalah sebuah kapal sederhana yang terbuat dari kayu, yang di dalamnya disekat-sekat menjadi bilik-bilik yang diperuntukkan untuk merawat pasien-pasien inap ataupun pasien-pasien pasca operasi. Sehingga dr. Lie dianggap sebagai dokter gila, karena keberaniannya menggunakan kapal kayu mengarungi pelosok negeri ini untuk membantu saudara-saudara kita yang kurang mampu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar