Impian Mustahil Bocah Minang
Karya tulis kali ini, akan membahas sosok seorang pejuang
kesehatan yang tidak begitu familiar ditelinga. Sosok yang sangat peduli
terhadap kesehatan masyarakat dan juga seorang ‘malaikat’ bagi kaum miskin.
Beliau adalah Dr. Lie Augustinus Dharmawan, Ph.D, Sp.B, Sp.BTKV.
Dr. Lie lahir di Padang, 16 April 1946 dan bersal dari
keluarga yang amat sederhana. Dokter dengan nama kecil Lie Tek Bie ini memiliki
6 saudara kandung. Dan pada saat usianya menginjak 10 tahun, ayahanda tercinta
meninggal dunia. Dan akhirnya, kondisi ini mengharuskan sang Ibu yang hanya
lulusan Sekolah Dasar untuk membesarkan ketujuh buah hatinya seorang diri.
Dengan kondisi yang sangat memprihatinkan tersebut, Lie
memutuskan untuk membantu sang ibu mencari uang. Lie banyak belajar arti
‘peduli’ dari sang ibunda yang sangat memperhatikan nasib kaum miskin dan tidak
ragu untuk membantu mereka, walaupun keadaan keluarga Lie pun dalam keadaan
yang tak kalah menyedihkan.
Lie sudah memiliki cita-cita sebagai dokter sejak ia masih
duduk dibangku Sekolah Dasar. Ketika ia menyampaikan cita-citanya didepan
kelas, teman-teman sebaya Lie hanya tertawa geli mendengar hal itu. Namun Lie
tetap bersikukuh. Banyak sekali alasan yang membuat Lie akhirnya memilih untuk
menjadi seorang dokter. Salah satunya adalah, kematian adiknya yang disebabkan
karena sakit diare dan tak kunjung ditangani. Alasannya mudah ditebak, Apalagi
kalau bukan karena mereka miskin. Ditambah lagi keprihatinan Lie terhadap
masayrakat miskin yang terpaksa tidak berobat ke dokter dengan alasan biaya.
Perjuangan Lie untuk menjadi seorang Dokter tidaklah mudah, banyak faktor penghambat yang menjadi alasannya. Namun beliau percaya akan takdir indah yang Tuhan berikan. Setiap hari ia selalu pergi ke gereja untuk sekedar berdo’a. menyampaikan keluh kesah serta harapan-harapannya. Lie sangat menginginkan melanjutkan studi nya ke Jerman. Namun apadaya? Ia bukan seorang konglomerat.
Perjuangan Lie untuk menjadi seorang Dokter tidaklah mudah, banyak faktor penghambat yang menjadi alasannya. Namun beliau percaya akan takdir indah yang Tuhan berikan. Setiap hari ia selalu pergi ke gereja untuk sekedar berdo’a. menyampaikan keluh kesah serta harapan-harapannya. Lie sangat menginginkan melanjutkan studi nya ke Jerman. Namun apadaya? Ia bukan seorang konglomerat.
Pada tahun 1965 Lie lulus SMA dengan nilai prestasi
gemilang. Lie pun mencoba mendaftar kuliah di Fakultas Kedokteran, namun tak
ada satupun Universitas di Jawa yang menerimanya. Hingga akhirnya, ia mendapat
kesempatan kuliah di Res Publica (URECA) dimana universitas ini didirikan oleh
para petinggi organisasi Badan Permusyawaratan Kewarganegaraan Indonesia tahun
1958 namun baru beberapa hari kuliah, kampusnya dibakar oleh massa. Akhirnya ia
tidak dapat melanjutkan kuliahnya, dan Lie Dharmawan kemudian memutuskan untuk
menjadi pekerja serabutan demi membeli tiket pesawat ke Jerman untuk mewujudkan
cita-citanya.
Di usianya yang ke 21 tahun, Lie Dharmawan pun mendaftarkan
diri ke sekolah kedokteran di Berlin Barat, Jerman namun tanpa dukungan
beasiswa. Dengan tekad yang kuat ia akhirnya diteriman di fakultas Kedokteran
Free University, Berlin Barat. Dan untuk memenuhi biaya kuliah dan kehidupan
sehari-harinya, Lie Dharmawan kemudian bekerja sebagai kuli bongkar muat
barang. Pada kesempatan yang lain, Lie juga bekerja di sebuah panti jompo yang
salah satu tugasnya adalah membersihkan kotoran lansia berusia 80 tahun-an.
Lie Dharmawan tetap berprestasi sekalipun sibuk bekerja,
sehingga ia mendapat beasiswa, itu semua ia gunakan untuk biaya sekolah
adik-adiknya. Tahun 1974, Lie berhasil menyelesaikan pendidikannya dan mendapat
gelar M.D. (Medical Doctor). Empat tahun setelahnya, Lie sukses menyandang
gelar Ph.D. Melalui perjuangan tanpa kenal lelah selama sepuluh tahun, Lie
akhirnya lulus dengan membanggakan dimana ia lulus empat spesialisasi yakni
ahli bedah umum, ahli bedah toraks, ahli bedah jantung dan ahli bedah pembuluh
darah.
Selama enam bulan Lie di Semarang kemudian ke RS Rajawali,
Bandung. Tahun 1988, Lie berkarir di RS Husada, Jakarta hingga saat ini.
Kegiatan sosial pertama Lie sebagai seorang dokter bedah di Indonesia dilakukan
saat mengoperasi secara cuma-cuma seorang pembantu rumah tangga tahun 1988.
Selanjutnya, Lie juga terus mengupayakan bedah jantung terbuka (bedah di mana
jantung dihentikan dari pekerjaannya untuk dibuka untuk diperbaiki). Bedah
semacam ini melawan arus karena butuh peralatan yang lebih canggih dan mahal,
namun harus dilakukan dalam operasi skala besar. Tahun 1992, Lie akhirnya
sukses melangsungkan bedah jantung terbuka untuk pertama kalinya di rumah sakit
swasta di Jakarta.
Dr Lie Darmawan tidak pernah lupa kata-kata Ibunya sejak
kecil yang ia pegang terus sampai ia berhasil menjadi dokter dengan keahlian
empat spesialis bedah.
"Lie, kalau kamu jadi dokter, jangan memeras orang
kecil atau orang miskin. Mungkin mereka akan membayar kamu berapapun tetapi diam-diam
mereka menangis di rumah karena tidak punya uang untuk membeli beras".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar