Jumat, 28 Agustus 2015

persiapan senam endemik 2015




Persiapan senam seluruh maba kesmas 2015
Di samping mempersiapkan tugas yang telah kating kesmas berikan kepada masing-masing individu maupun kelompok, kita juga mempersiapkan tugas yang membutuhkan kekompakan seluruh angkatan yaitu senam seluruh maba kesmas tahun 2015.
Foto ini diambil ketika latihan pertama senam sore hari di lapangan kelurahan Karangwangkal. Dan Kami telah berusaha berlatih senam disisa hari tersibuk pada tahun akademik pertama kami yakni persiapan ospek.
Proses pembuatan senam pun kami  juga bekerja sama antar sesama maba. Ada yang menjadi inspektur senam yang menjadi pemimpin senam, fotografer yang mengabadikan moment latihan senam ini baik berupa foto maupun video, pengatur music senam, serta ketua coordinator angkatan (Nadine) yang berteriak-teriak memperingatkan pasukan endemic 2015 agar serius dan bersungguh-sungguh dalam mengikuti latihan senam ini.
Dan hari ini Jum’at, 28 Agustus 2015 sore hari menjelang maghrib setelah kami pulang dari kegiatan osmb jurusan pada hari pertama di kampus kesmas, kami berlatih senam untuk yang terakhir kali karena besok sudah hari sabtu, 29 Agustus 2015. Ini berarti bahwa besok kami sudah harus siap jika ditunjuk menjadi inspektur senam.
Oh NO… kami berlatih senam hingga waktu sholat isya’. Alhamdulillahnya saya sudah sholat maghrib sesaat ketika balik ke kos karena kos saya tidak jauh dari lapangan kelurahan Karangwangkal tadi.
Yeah… dan besok pukul 06.00, kami sudah harus sampai di depan pos satpam ( janjian berangkat bareng ke kampus kesmas) karena ini bisa menunjukkan kekompakan kita maba kesmas endemic 2015.
Harapan kami agar besok tidak lagi mengecewakan panitia osmb. Aamiin….
Bersambung…..

jurnal kesehatan: kanker serviks

Epidemiologi Kanker Serviks
IMAM RASJIDI Divisi Ginekologi Onkologi, Departemen Obstetri dan Ginekologi Siloam Hospitals, Lippo Karawaci, Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan, Tangerang
STUDI PUSTAKA
104 Indonesian Journal of Cancer Vol. III, No. 3      Juli - September 2009
Specific Incidence Rate
(ASR) yang khas, kurang lebih 20 kasus per 100.000 penduduk wanita per tahun.
EPIDEMIOLOGI K KANKER S SERVIKS Untuk wilayah ASEAN, insidens kanker serviks di Singapore sebesar 25,0 pada ras Cina; 17,8 pada ras Melayu; dan Thailand sebesar 23,7 per 100.000 penduduk. Insidens dan angka kematian kanker serviks menurun selama beberapa dekade terakhir di AS. Hal ini karena skrining Pap menjadi lebih populer dan lesi serviks pre-invasif lebih sering dideteksi daripada kanker invasif. Diperkirakan terdapat 3.700 kematian akibat kanker serviks pada 2006. Di Indonesia diperkirakan ditemukan 40 ribu kasus baru kanker mulut rahim setiap tahunnya. Menurut data kanker berbasis patologi di 13 pusat laboratorium patologi, kanker serviks merupakan penyakit kanker yang memiliki jumlah penderita terbanyak di Indonesia, yaitu lebih kurang 36%. Dari data 17 rumah sakit di Jakarta 1977, kanker serviks menduduki urutan pertama, yaitu 432 kasus di antara 918 kanker pada perempuan. Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, frekuensi kanker serviks sebesar 76,2% di antara kanker ginekologi. Terbanyak pasien datang pada stadium lanjut, yaitu stadium IIB-IVB, sebanyak 66,4%. Kasus dengan stadium IIIB, yaitu stadium dengan gangguan fungsi ginjal, sebanyak 37,3% atau lebih dari sepertiga kasus.2 Relative survival pada wanita dengan lesi pre-invasif hampir 100%. Relative 1 dan 5 years survival masing- masing sebesar 88% dan 73%. Apabila dideteksi pada stadium awal, kanker serviks invasif merupakan kanker yang paling berhasil diterapi, dengan 5 YSR sebesar 92% untuk kanker lokal. Keterlambatan diagnosis pada stadium lanjut, keadaan umum yang lemah, status sosial ekonomi yang rendah, keterbatasan sumber daya, keterbatasan sarana
dan prasarana, jenis histopatologi, dan derajat pendidik- an ikut serta dalam menentukan prognosis dari penderita.
FAKTOR R RISIKO Faktor R Risiko y yang T Telah D Dibuktikan Hubungan S Seksual Karsinoma serviks diperkirakan sebagai penyakit yang ditularkan secara seksual. Beberapa bukti menunjukkan adanya hubungan antara riwayat hubungan seksual dan risiko penyakit ini. Sesuai dengan etiologi infeksinya, wanita dengan partner seksual yang banyak dan wanita yang memulai hubungan seksual pada usia muda akan meningkatkan risiko terkena kanker serviks. Karena sel kolumnar serviks lebih peka terhadap metaplasia selama usia dewasa maka wanita yang berhubungan seksual sebelum usia 18 tahun akan berisiko terkena kanker serviks lima kali lipat. Keduanya, baik usia saat pertama berhubungan maupun jumlah partner seksual, adalah faktor risiko kuat untuk terjadinya kanker serviks.
Karakteristik P Partner Sirkumsisi pernah dipertimbangkan menjadi faktor pelindung, tetapi sekarang hanya dihubungkan dengan penurunan faktor risiko. Studi kasus kontrol menunjukkan bahwa pasien dengan kanker serviks lebih sering menjalani seks aktif dengan partner yang melakukan seks berulang kali. Selain itu, partner dari pria dengan kanker penis atau partner dari pria yang istrinya meninggal terkena kanker serviks juga akan meningkatkan risiko kanker serviks.
Riwayat G Ginekologis Walaupun usia menarke atau menopause tidak mempengaruhi risiko kanker serviks, hamil di usia muda dan jumlah kehamilan atau manajemen persalinan yang
Epidemiologi Kanker Serviks. 1 1 0 0 3 3 √ √ 1 1 0 0 8 8
Gambar 1 1: P Perjalanan p penyakit k kanker s serviks
Indonesian Journal of Cancer Vol. III, No. 3      Juli - September 2009      105
tidak tepat dapat pula meningkatkan risiko.
Dietilstilbesterol ( (DES) Hubungan antara clear cell adenocarcinoma
serviks
dan paparan DES in utero
telah dibuktikan.
Agen I Infeksius Mutagen pada umumnya berasal dari agen-agen yang ditularkan melalui hubungan seksual seperti Human Papilloma Virus (HPV) dan Herpes Simpleks Virus Tipe 2 ( HSV 2 ) (Benedet 1998; Nuranna 2005).
Human P Papilloma V Virus ( (HPV) Terdapat sejumlah bukti yang menunjukkan bahwa Human Papilloma Virus (HPV) sebagai penyebab neoplasia servikal. Karsinogenesis pada kanker serviks sudah dimulai sejak seseorang terinfeksi HPV yang merupakan faktor inisiator dari kanker serviks yang menyebabkan terjadinya gangguan sel serviks. Ada bukti lain yaitu onkogenitas virus papiloma hewan; hubungan infeksi HPV serviks dengan kondiloma dan atipik koilositotik yang menunjukkan displasia ringan atau sedang; serta deteksi antigen HPV dan DNA dengan lesi servikal. HPV tipe 6 dan 11 berhubungan erat dengan diplasia ringan yang sering regresi. HPV tipe 16 dan 18 dihubung- kan dengan diplasia berat yang jarang regresi dan seringkali progresif menjadi karsinoma insitu. Infeksi Human Papilloma Virus persisten dapat berkembang menjadi neoplasia intraepitel serviks (NIS). Seorang wanita dengan seksual aktif dapat terinfeksi oleh HPV risiko-tinggi dan 80% akan menjadi transien dan tidak akan berkembang menjadi NIS. HPV akan hilang dalam waktu 6-8 bulan. Dalam hal ini, respons antibodi terhadap HPV risiko-tinggi yang berperan. Dua puluh persen sisanya berkembang menjadi NID dan sebagian besar, yaitu 80%, virus menghilang, kemudian lesi juga menghilang. Oleh karena itu, yang berperan adalah cytotoxic T-cell . Sebanyak 20% dari yang terinfeksi virus tidak menghilang dan terjadi infeksi yang persisten. NIS akan bertahan atau NIS 1 akan berkembang menjadi NIS 3, dan pada akhirnya sebagiannya lagi menjadi kanker invasif. HPV risiko rendah tidak berkembang menjadi NIS 3 atau kanker invasif, tetapi menjadi NIS 1 dan beberapa menjadi NIS 2. Infeksi HPV risiko-rendah sendirian tidak pernah ditemukan pada NIS 3 atau karsinoma invasif. Berdasarkan hasil program skrining berbasis populasi di Belanda, interval antara NIS 1 dan kanker invasif diperkirakan 12,7 tahun dan kalau dihitung dari infeksi HPV risiko-tinggi sampai terjadinya kanker adalah 15 tahun. Waktu yang panjang ini, di samping terkait dengan infeksi HPV risiko-tinggi persisten dan faktor imunologi (respons HPV- specific T-cell , presentasi antigen), juga
diperlukan untuk terjadinya perubahan genom dari sel yang terinfeksi. Dalam hal, ini faktor onkogen E6 dan E7 dari HPV berperan dalam ketidakstabilan genetik sehingga terjadi perubahan fenotipe ganas. Oncoprotein E6 dan E7 yang berasal dari HPV merupakan penyebab terjadinya degenerasi keganasan. Oncoprotein E6  akan mengikat p53 sehingga TSG p53 akan kehilangan fungsinya. Sementara itu, oncoprotein E7 akan mengikat TSG Rb. Ikatan ini menyebabkan ter- lepasnya E2F yang merupakan faktor transkripsi sehingga siklus sel berjalan tanpa kontrol.
Virus H Herpes S Simpleks Walaupun semua  virus herpes simpleks tipe 2 (HPV-2) belum didemonstrasikan pada sel tumor, teknik hibridisasi insitu telah menunjukkan bahwa terdapat HSV RNA spesifik pada sampel jaringan wanita dengan displasia serviks. DNA sekuens juga telah diidentifikasi pada sel tumor dengan menggunakan DNA rekombinan. Diperkirakan, 90% pasien dengan kanker serviks invasif dan lebih dari 60% pasien dengan neoplasia intraepitelial serviks (CIN) mempunyai antibodi terhadap virus.
Lain-lain Infeksi trikomonas, sifilis, dan gonokokus ditemukan berhubungan dengan kanker serviks. Namun, infeksi ini dipercaya muncul akibat hubungan seksual dengan multipel partner dan tidak dipertimbangkan sebagai faktor risiko kanker serviks secara langsung.
Merokok Saat ini terdapat data yang mendukung bahwa rokok sebagai penyebab kanker serviks dan hubungan antara merokok dengan kanker sel skuamosa pada serviks (bukan adenoskuamosa atau adenokarsinoma). Mekanis- me kerja bisa langsung (aktivitas mutasi mukus serviks telah ditunjukkan pada perokok) atau melalui efek imunosupresif dari merokok. Bahan karsinogenik spesifik dari tembakau dapat dijumpai dalam lendir dari mulut rahim pada wanita perokok. Bahan karsinogenik ini dapat merusak DNA sel epitel skuamosa dan bersama infeksi HPV dapat mencetuskan transformasi keganasan.  
Faktor Risiko yang Diperkirakan Kontrasepsi O Oral Risiko noninvasif dan invasif kanker serviks telah menunjukkan hubungan dengan kontrasepsi oral. Bagaimanapun, penemuan ini hasilnya tidak selalu konsisten dan tidak semua studi dapat membenarkan perkiraan risiko dengan mengontrol pengaruh kegiatan seksual. Beberapa studi gagal dalam menunjukkan beberapa hubungan dari salah satu studi, bahkan melaporkan proteksi terhadap penyakit yang invasif.
IMAM RASJIDI. 1 0 3 √ 1 0 8
106 Indonesian Journal of Cancer Vol. III, No. 3      Juli - September 2009
Hubungan yang terakhir ini mungkin palsu dan menun- jukkan deteksi adanya bias karena peningkatan skrining terhadap pengguna kontrasepsi. Beberapa studi lebih lanjut kemudian memerlukan konfirmasi atau menyangkal observasi ini mengenai kontrasepsi oral.
Diet Diet rendah karotenoid dan defisiensi asam folat juga dimasukkan dalam faktor risiko kanker serviks.
Etnis d dan F Faktor S Sosial Wanita di kelas sosioekonomi yang paling rendah memiliki faktor risiko lima kali lebih besar daripada wanita di kelas yang paling tinggi. Hubungan ini mungkin dikacaukan oleh hubungan seksual dan akses ke sistem pelayanan kesehatan. Di Amerika Serikat, ras negro, hispanik, dan wanita Asia memiliki insiden kanker serviks yang lebih tinggi daripada wanita ras kulit putih. Perbedaan ini mungkin mencerminkan pengaruh sosioekonomi.
Pekerjaan Sekarang ini, ketertarikan difokuskan pada pria yang pasangannya menderita kanker serviks. Diperkirakan bahwa paparan bahan tertentu dari suatu pekerjaan (debu, logam, bahan kimia, tar, atau oli mesin) dapat menjadi faktor risiko kanker serviks.
KLASIFIKASI H HISTOPATOLOGI Secara histopatologi, kanker serviks terdiri atas berbagai jenis. Dua bentuk yang sering dijumpai adalah karsinoma sel skuamosa dan adenokarsinoma. Sekitar 85% merupakan karsinoma serviks jenis skuamosa (epidermoid), 10% jenis adenokarsinoma, serta 5% adalah jenis adenoskuamosa, clear cell, small cell, verucous, dan lain-lain.4
FAKTOR P PROGNOSTIK Ketahanan hidup penderita pada kanker serviks stadium awal setelah histerektomi radikal dan limfa- denektomi pelvis bergantung pada beberapa faktor:5 1. Status KGB Penderita tanpa metastasis ke KGB, memiliki 5- year survival rate (5-YSR) antara 85 – 90%. Bila didapatkan metastasis ke KGB maka 5-YSR antara 20 – 74%, ber- gantung pada jumlah, lokasi, dan ukuran metastasis. 2. Ukuran tumor Penderita dengan ukuran tumor < 2 cm angka survival- nya 90% dan bila > 2 cm angka survival- nya menjadi 60%. Bila tumor primer > 4 cm, angka survival turun menjadi 40. Analisis dari GOG terhadap 645 penderita menun- jukkan 94,6%  tiga tahun bebas kanker untuk lesi yang
tersembunyi; 85,5% untuk tumor < 3 cm; dan 68,4% bila tumor > 3 cm. 3. Invasi ke jaringan parametrium Penderita dengan invasi kanker ke parametrium memiliki 5-YSR 69% dibandingkan 95% tanpa invasi. Bila invasi disertai KGB yang positif maka 5-YSR turun menjadi 39-42%. 4. Kedalaman invasi Invasi < 1 cm memilki 5-YSR sekitar 90% dan akan turun menjadi 63 – 78% bila > 1 cm. 5. Ada tidaknya invasi ke lymph–vascular space Invasi ke lymph–vascular space sebagai faktor prognosis masih menjadi kontroversi.
Beberapa laporan menyebutkan 50 – 70% 5-YSR bila didapatkan invasi ke lymph – vascular space dan 90% 5-YSR bila invasi tidak didapatkan. Akan tetapi, laporan lain mengatakan tidak ada perbedaan bermakna dengan adanya invasi atau tidak.
GAMBARAN P PATOLOGI S SEBAGAI F FAKTOR PROGNOSIS Histologi Para ahli menemukan hubungan adenokarsinoma serviks dengan prognosis yang lebih buruk daripada karsinoma sel skuamous, khususnya pada pasien dengan limfonodus positif dan mempunyai interval rekurensi yang lebih pendek daripada karsinoma sel skuamous. Adenoma maligna, yaitu subtipe adenokarsinoma yang jarang dan berdiferensiasi jelek, diketahui berhubungan dengan prognosis yang jelek. Pada penelitian ditemukan bahwa hanya 25% pasien adenoma maligna stadium I dan II yang survive selama 3 tahun.
Diferensiasi d dan Gr rade
Histopatologi Kepentingan prognosis dari diferensiasi kanker serviks sampai saat ini masih diperdebatkan. Demikian pula sampai saat ini tidak ditemukan hubungan prognostik dengan grade kanker serviks. Bichel dkk., (1985) memakai sistem grading malignancy (MGS) untuk meneliti 275 biopsi karsinoma sel skuamous invasif. Sistem ini berdasarkan 8 parameter, di mana tiap grade dibagi atas 3 poin (tabel 2). Angka survival pada pasien dengan indeks MGS <14 adalah lebih baik daripada indeks MGS > 14 (p=0,001). Tidak ditemukan hubungan antara skor MGS dengan stadium klinik pasien.
Reaksi S Stromal Seperti grading histologik, reaksi stroma pada kanker serviks mula-mula diperiksa untuk mengetahui radio- sensitivitas tumor. Para ahli menemukan bahwa reaksi stroma merupakan faktor prognosis yang baik. Dilapor- kan bahwa pasien dengan tumor yang mempunyai infiltrat
Epidemiologi Kanker Serviks. 1 1 0 0 3 3 √ √ 1 1 0 0 8 8
Indonesian Journal of Cancer Vol. III, No. 3      Juli - September 2009      107
limfosit padat dan uniform mempunyai prognosis yang lebih baik. Metastasis tumor hanya ditemukan pada pasien yang hanya mempunyai infiltrat sel eosinofil pada tumornya.
Umur Telah banyak penelitian menemukan bahwa insidens kanker serviks pada usia muda makin meningkat dan tumor terlihat lebih agresif. Pada analisis retrospektif terhadap 2628 pasien, ditemukan bahwa insidens dan derajat keganasan lebih tinggi pada kelompok usia muda. Selain itu, pada tiap penelitian ditemukan bahwa wanita muda mempunyai risiko metastasis limfonodus yang lebih besar. Insidens metastasis limfonodus pelvis pada wanita muda meningkat dari 23% menjadi 40% selama periode 34 tahun (p=0,02), meskipun limfadenek- tomi yang makin banyak dilakukan juga mempengaruhi angka ini.
PENCEGAHAN Pencegahan memiliki arti yang sama dengan deteksi dini atau pencegahan sekunder, yaitu pemeriksaan atau tes yang dilakukan pada orang yang belum menunjukkan adanya gejala penyakit untuk menemukan penyakit yang belum terlihat atau masih berada pada stadium praklinik. Program pemeriksaan/skrining yang dianjurkan untuk kanker serviks (WHO): skrining pada setiap wanita minimal satu kali pada usia 35-40 tahun. Jika fasilitas tersedia, lakukan tiap 10 tahun pada wanita usia 35-55 tahun. Jika fasilitas tersedia lebih, lakukan tiap 5 tahun pada wanita usia 35-55 tahun. Ideal atau optimal, lakukan tiap 3 tahun pada wanita usia 25-60 tahun.
Test PAP Secara umum, kasus kanker mulut rahim dan kematian akibat kanker mulut rahim bisa dideteksi dengan mengetahui adanya perubahan pada daerah mulut rahim dengan cara pemeriksaan sitologi menggunakan tes Pap. American College of Obstetrician and Gynecologists
(ACOG), American Cancer Society
(ACS), dan US
Preventive Task Force
(USPSTF) mengeluarkan panduan bahwa setiap wanita seharusnya melakukan tes Pap untuk skrining kanker mulut rahim saat 3 tahun pertama dimulai- nya aktivitas seksual atau saat usia 21 tahun. Karena tes ini mempunyai risiko false negatif sebesar 5-6%, Tes Pap yang kedua seharusnya dilakukan satu tahun pemeriksaan yang pertama. Pada akhir tahun 1987, American Cancer Society mengubah kebijakan mengenai interval pemeriksaaan Tes Pap tiap tiga tahun setelah dua kali hasil negatif. Saat ini, sesuai dengan American College of Obstetry and Gynecology dan National Cancer Institute, dianjurkan pemeriksaan Tes Pap dan panggul setiap tahun terhadap semua wanita yang aktif secara seksual atau yang telah berusia 18 tahun. Setelah wanita tersebut mendapatkan tiga atau lebih Tes Pap normal, tes dapat dilakukan dengan frekuensi yang lebih jarang sesuai dengan yang dianjurkan dokter. Diperkirakan sebanyak 40% kanker serviks invasif dapat dicegah dengan skrining pap interval 3 tahun.
IVA IVA merupakan tes visual dengan menggunakan larutan asam cuka (asam asetat 2 %) dan larutan iosium lugol pada serviks dan melihat perubahan warna yang terjadi setelah dilakukan olesan. Tujuannya adalah untuk melihat adanya sel yang mengalami displasia sebagai salah satu metode skrining kanker mulut rahim. IVA tidak direkomendasikan pada wanita pasca- menopause, karena daerah zona transisional seringkali terletak kanalis servikalis dan tidak tampak dengan pemeriksaan inspekulo. IVA positif bila ditemukan adanya area berwarna putih dan permukaannya meninggi dengan batas yang jelas di sekitar zona transformasi.
Pencegahan P Primer Menunda O Onset A Aktivitas S Seksual Menunda aktivitas seksual sampai usia 20 tahun dan berhubungan secara monogami akan mengurangi risiko kanker serviks secara signifikan.
Penggunaan K Kontrasepsi B Barier Dokter merekomendasikan kontrasepsi metode barier (kondom, diafragma, dan spermisida) yang berperan untuk proteksi terhadap agen virus. Penggunaan lateks lebih dianjurkan daripada kondom yang dibuat dari kulit kambing.
Penggunaan V Vaksinasi H HPV Vaksinasi HPV yang diberikan kepada pasien bisa mengurangi infeksi Human Papiloma Virus , karena mempunyai kemampuan proteksi >90%. Tujuan dari
IMAM RASJIDI. 1 0 3 √ 1 0 8
Parameter d dari k keganasan g r a din g s s y y s t e e m . . • Struktur •  Type Sel yang berbeda •  Nuclear polymorphismMitosis •  Mitosis •  Mode of invasion •  Stage of Invasion •  Vascular invasion •  Respon Selular (Plasmo-lymphocytic)
Tabel 1 1: P Parameter s sistem grading
keganasan
108 Indonesian Journal of Cancer Vol. III, No. 3      Juli - September 2009
vaksin propilaktik dan vaksin pencegah adalah untuk mencegah perkembangan infeksi HPV dan rangkaian dari event yang mengarah ke kanker serviks. Kebanyakan vaksin adalah berdasarkan respons humoral dengan penghasilan antibodi yang menghan- curkan virus sebelum ia menjadi intraseluler. Masa depan dari vaksin propilatik HPV sangat menjanjikan, namun penerimaan seluruh populasi heterogenous dengan tahap pendidikan berbeda dan kepercayaan kultur berbeda tetap dipersoalkan. Sebagai tambahan, prevelansi tinggi infeksi HPV mengindikasikan bahwa akan butuh beberapa dekade untuk program imunisasi yang sukses dalam usaha mengurangi insiden kanker serviks.
Pencegahan S Sekunder Pencegahan S Sekunder – – P Pasien D Dengan R Risiko S Sedang Hasil tes Pap yang negatif sebanyak tiga kali berturut- turut dengan selisih waktu antarpemeriksaan satu tahun dan atas petunjuk dokter sangat dianjurkan. Untuk pasien (atau partner hubungan seksual yang level aktivitasnya tidak diketahui), dianjurkan untuk melakukan tes Pap tiap tahun.
Pencegahan S Sekunder – – P Pasien D Dengan R Risiko T Tinggi Pasien  yang memulai hubungan seksual saat usia < 18 tahun dan wanita yang mempunyai banyak partner ( multipel partner ) seharusnya melakukan tes Pap tiap tahun, dimulai dari onset seksual intercourse aktif. Interval sekarang ini dapat diturunkan menjadi setiap 6 bulan untuk pasien dengan risiko khusus, seperti mereka yang mempunyai riwayat penyakit seksual berulang.
KESIMPULAN Tidak dapat disangkal bahwa kanker serviks merupakan masalah kesehatan di dunia pada masa lalu, masa sekarang, dan tidak mustahil juga merupakan masalah di masa yang akan datang. Kanker serviks merupakan jenis kanker terbanyak kedua pada wanita dan menjadi penyebab lebih dari 250.000 kematian pada 2005. Kurang lebih 80% kejadian kematian terjadi di negara berkembang. Masalah ini ditengarai dapat diatasi dengan upaya pokok menemukan lesi prakanker. Berbagai upaya telah dilakukan untuk menemukan lesi prakanker dalam rangka melakukan deteksi dini pada kanker serviks. Upaya-upaya yang dilakukan berupa papsmear, inspeksi visual dengan asam asetat, dan lain sebagainya. Sayangnya, usaha untuk menemukan lesi prakanker atau yang sering disebut sebagai usaha skrining masih belum optimal. Selain belum optimalnya usaha skrining, terdapat pula masalah dalam penatalaksanaannya. Jadi, setelah dilakukan deteksi dini pada kanker serviks dan didapatkan
lesi prakanker, permasalahannya adalah apakah penata- laksanaannya selama ini sudah adekuat? Oleh karena itu, untuk meningkatkan deteksi dini kanker serviks dapat diusulkan untuk dilakukan program see & treat. Dalam hal ini, pasien yang datang ke fasilitas kesehatan setelah dilakukan proses diagnosis dan didapatkan lesi prakanker dapat langsung dilakukan tata laksana. v
DAFTAR P PUSTAKA 1. WHO. Comprehensive Cervical Cancer Control. Jenewa; 2006. 2. Nuranna L. 2005, Penanggulangan Kanker Serviks Yang Sahih dan Andal Dengan Model Proaktif-VO (Proaktif, Koordinatif Dengan Skrining IVA dan Terapi Krio). [Disertasi]. Program Pasca Sarjana FKUI. Jakarta,. 3. Benedet J, Odicino F, Maisonneuve P, et al. 1998. Carcinoma of The Cervix Uteri. Annual Report. The Results of Treatment in Gynacological Cancer. Epidemiol Biostat. 4. Crowder S, Lee C, Santoso JT. Cervical Cancer. Dalam: Santoso JT, Coleman RL (eds). Handbook of Gynaecology Oncology. 1st Ed. New York: Mc Graw Hill; 2001. h. 25-32. 5. Krivak TC, McBroom JW, Elkas JC., Cervical and vaginal cancer. Dalam: (ed: Berek JS, Adashi EY, Hillard PA. (Editor). Novak’s gynecology. 13thed. Lippincort Williams & Wilkin, Baltimore, 2002; 199-244. 6. Hacker NF, Benedet JL, Ngan HYS. Staging Classifications and Clinical Practice Guidelines of Gynaecologic Cancers. International Journal of Gynecology and Obstetrics 2000; 70:207-312 7. Hacker NF, Benedet JL, Ngan HYS. Staging Classifications and Clinical Practice Guidelines of Gynaecologic Cancers. International Journal of Gynecology and Obstetrics 2000; 70:207-312 8. Rasjidi I, Sulistyanto H. Vaksin Human Papilloma Virus dan Eradikasi Kanker Mulut Rahim. Jakarta: Sagung Seto; 2007. 9. Rasjidi I. Panduan Penatalaksanaan Kanker Ginekologi: Berdasarkan Evidence Base . Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007. 10. Aziz MF. Vaksin Human Papilloma Virus: Suatu Alternatif dalam Pengendalian Kanker Serviks di Masa Depan. Dalam: Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap dalam Ilmu Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: FKUI; 2005 11. Miller AB. Cervical cancer, Prognostic Factors. Dalam: Surgical Gynaecology Oncology. Burghardt E, Webb MJ, Monaghan JM, Kindermann G, eds. New York: Thieme Medical Publishers, Inc; 1993. h. 315-23. 12. Boyd, NF. Guide to Studies of Diagnostic Tests, Prognosis and Treatment . New York: McGraw Hill Inc; 1992. h. 379 – 85. 13. Morrow CP, Curtin JP, Townsend DE (eds). Synopsis of Gynaecologic Oncology, 5th ed. New York: Churchill Livingstone; 1998. Dalam: Peters RF\K, Thomas D, Hagen DC et al. J Natl Cancer Inst 1986; 77:1063. 14. Singer A, French P. Natural History and Epidemiology of Cervical Carcinoma. Dalam: Mc Brien DCA dan Slater TF (eds). Cancer of The Uterine Cervix. Academic Press; 1984. h. 5-18.

kebijakan pemerintah tentang pelayanan kesehatan



Pelayanan kesehatan sebagai hak masyarakat tercantum dalam Konstitusi UUD 1945 pasal 28 H ayat (1) dan pasal 24 ayat (3) yang menempatkan status sehat dan pelayanan kesehatan merupakan hak masyarakat/warga negara. Fenomena ini merupakan salah satu contoh keberhasilan pemerintah republik ini dalam kebijakan politik di bidang kesehatan, yang menuntut pemerintah maupun masyarakat untuk melakukan upaya kesehatan secara tersusun, merata dan menyeluruh pada setiap lapisan masyarakat.

Sehat adalah suatu keadaan sejahtera sempurna fisik, mental dan sosial tidak terbatas pada bebas dari penyakit atau kelemahan saja. Luas masalah kesehatan bukanlah seluas suatu bidang yang sederhana dan sempit. Kesehatan dapat mencakup keadaan fisik, mental dan sosial dan bukan hanya keadaan yang bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan. Sistem kesehatan nasional adalah suatu tatanan yang mencerminkan upaya bangsa Indonesia untuk meningkatkan kemampuannya mencapai derajat kesehatan yang optimal sebagai perwujudan kesejahteraan umum seperti yang dimaksud dalam UUD 1945. Salah satu sasaran yang ingin dicapai dalam sistem kesehatan nasional adalah menjamin tersedianya pelayanan kesehatan bermutu, merata, dan terjangkau oleh masyarakat secara ekonomis, serta tersedianya pelayanan kesehatan tidak semata-mata berada di tangan pemerintah melainkan mengikutsertakan sebesar-besarnya peran aktif segenap anggota masyarakat.
Selain itu juga berkenaan dengan pembiayaaan pembangunan kesehatan, tentunya diperlukan kebijakan demi pemenuhan sarana dan prasarana kesehatan yang layak dan sesuai standar pelayanan yang telah ditetapkan. Pemenuhan sarana kesehatan perlu untuk dikaji lebih lanjut, apa sebab bila dalam pemenuhan sarana kesehatan tersebut tidak diimbangi dengan kenaikan jumlah penduduk yang setiap tahun bertambah. Hal ini akan menjadikan sebuah masalah baru yang akan menambah masalah yang telah ada sebelumnya. 

Dalam rangka pemenuhan kebutuhan akan sarana kesehatan pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan kualitas sarana kesehatan, diantaranya dengan membuat jaminan pemeliharaan kesehatan berupa asuransi sosial kesehatan seperti asuransi kesehatan masyarakat miskin (askeskin) yang menjangkau 60 juta orang penduduk. Begitu juga dengan Jaminan Kesehatan Nasional merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang sedang disusun pemerintah. Jaminan Sosial itu meliputi jaminan pensiun, jaminan kematian, jaminan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), jaminan kesejahteraan karyawan serta jaminan pemeliharaan kesehatan. JKN merupakan satu dari lima subsistem dalam Sistem Kesehatan Nasional yang baru direvisi oleh Departemen Kesehatan dalam rangka menyesuaikan dengan desentralisasi kelima subsistem itu adalah pembiayaan kesehatan, upaya kesehatan, Sumber Daya Manusia, pemberdayaan masyarakat serta manajemen kesehatan. 

Bidang kesehatan yang amat strategis merupakan hak asasi manusia dan merupakan amanat UUD 1945, sehingga harus menjadi perhatian negara harus menjalankan perannya yang aktif untuk melindungi rakyatnya guna mendapatkan hak hidup untuk sehat. Politik kesehatan harus diarahkan untuk memastikan bahwa negara pembuat kebijakan harus memperhatikan kepentingan rakyat. Negara sebagai pembuat kebijakan ekonomi semestinya dilakukan secara adil dan berimbang merespon internalitas dan eksternalitas lingkungan.

Untuk menjamin bahwa kepentingan kesehatan masyarakat menjadi prioritas utama dibandingkan pertimbangan keuntungan semata, maka di dalamnya adalah pengaturan peran keterlibatan swasta dan elit lainnya. Yang tidak kalah pentingnya adalah peran negara untuk menetapkan prinsip-prinsip dan kesiapan yang harus dipenuhi untuk pelaksanaan privatisasi pelayanan kesehatan yang dilengkapi dengan regulasi dan penegakan kontrol untuk menjamin bahwa pelaksanaan privatisasi tidak akan menelantarkan rakyat dan tetap sesuai dengan amanat konstitusi. Selain itu perlu juga diadakan kajian aspek politik terhadap pola pembiyaan kesehatan, baik di level pusat maupun daerah. Belum banyaknya anggaran kesehatan yang belum terserap dengan baik, seharusnya menjadi acuan pentingnya kajian tentang politik pembiyaaan kesehatan. 

Dari segi kebijakan, persoalan kesehatan sudah menuju ke arah yang benar ke arah promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative. Namun akan amat disayangkan dalam hal implementasi di lapangan, hal itu sangat berbeda. Misalnya komitmen untuk menganggarkan dana kesehatan minimal 15 persen dari APBD. Kesepakatannya sudah ada, tetapi tidak berjalan. Anggaran untuk kesehatan masih sangat rendah. Padahal begitu banyak persoalan. Hal ini perlu pengawasan dan kerjasama antara parlemen dan pemerintah dalam hal ini pihak kesehatan yang terkait untuk melihat permasalahan ini secara bijak dan tepat, karena kesehatan merupakan satu investasi jangka panjang untuk mendongkrak makroekonomi. 


tugas kelompok: biografi tokoh kesehatan

Impian Mustahil Bocah Minang

Karya tulis kali ini, akan membahas sosok seorang pejuang kesehatan yang tidak begitu familiar ditelinga. Sosok yang sangat peduli terhadap kesehatan masyarakat dan juga seorang ‘malaikat’ bagi kaum miskin. Beliau adalah Dr. Lie Augustinus Dharmawan, Ph.D, Sp.B, Sp.BTKV.
Dr. Lie lahir di Padang, 16 April 1946 dan bersal dari keluarga yang amat sederhana. Dokter dengan nama kecil Lie Tek Bie ini memiliki 6 saudara kandung. Dan pada saat usianya menginjak 10 tahun, ayahanda tercinta meninggal dunia. Dan akhirnya, kondisi ini mengharuskan sang Ibu yang hanya lulusan Sekolah Dasar untuk membesarkan ketujuh buah hatinya seorang diri.

Dengan kondisi yang sangat memprihatinkan tersebut, Lie memutuskan untuk membantu sang ibu mencari uang. Lie banyak belajar arti ‘peduli’ dari sang ibunda yang sangat memperhatikan nasib kaum miskin dan tidak ragu untuk membantu mereka, walaupun keadaan keluarga Lie pun dalam keadaan yang tak kalah menyedihkan.

Lie sudah memiliki cita-cita sebagai dokter sejak ia masih duduk dibangku Sekolah Dasar. Ketika ia menyampaikan cita-citanya didepan kelas, teman-teman sebaya Lie hanya tertawa geli mendengar hal itu. Namun Lie tetap bersikukuh. Banyak sekali alasan yang membuat Lie akhirnya memilih untuk menjadi seorang dokter. Salah satunya adalah, kematian adiknya yang disebabkan karena sakit diare dan tak kunjung ditangani. Alasannya mudah ditebak, Apalagi kalau bukan karena mereka miskin. Ditambah lagi keprihatinan Lie terhadap masayrakat miskin yang terpaksa tidak berobat ke dokter dengan alasan biaya.
Perjuangan Lie untuk menjadi seorang Dokter tidaklah mudah, banyak faktor penghambat yang menjadi alasannya. Namun beliau percaya akan takdir indah yang Tuhan berikan. Setiap hari ia selalu pergi ke gereja untuk sekedar berdo’a. menyampaikan keluh kesah serta harapan-harapannya. Lie sangat menginginkan melanjutkan studi nya ke Jerman. Namun apadaya? Ia bukan seorang konglomerat.

Pada tahun 1965 Lie lulus SMA dengan nilai prestasi gemilang. Lie pun mencoba mendaftar kuliah di Fakultas Kedokteran, namun tak ada satupun Universitas di Jawa yang menerimanya. Hingga akhirnya, ia mendapat kesempatan kuliah di Res Publica (URECA) dimana universitas ini didirikan oleh para petinggi organisasi Badan Permusyawaratan Kewarganegaraan Indonesia tahun 1958 namun baru beberapa hari kuliah, kampusnya dibakar oleh massa. Akhirnya ia tidak dapat melanjutkan kuliahnya, dan Lie Dharmawan kemudian memutuskan untuk menjadi pekerja serabutan demi membeli tiket pesawat ke Jerman untuk mewujudkan cita-citanya.

Di usianya yang ke 21 tahun, Lie Dharmawan pun mendaftarkan diri ke sekolah kedokteran di Berlin Barat, Jerman namun tanpa dukungan beasiswa. Dengan tekad yang kuat ia akhirnya diteriman di fakultas Kedokteran Free University, Berlin Barat. Dan untuk memenuhi biaya kuliah dan kehidupan sehari-harinya, Lie Dharmawan kemudian bekerja sebagai kuli bongkar muat barang. Pada kesempatan yang lain, Lie juga bekerja di sebuah panti jompo yang salah satu tugasnya adalah membersihkan kotoran lansia berusia 80 tahun-an.

Lie Dharmawan tetap berprestasi sekalipun sibuk bekerja, sehingga ia mendapat beasiswa, itu semua ia gunakan untuk biaya sekolah adik-adiknya. Tahun 1974, Lie berhasil menyelesaikan pendidikannya dan mendapat gelar M.D. (Medical Doctor). Empat tahun setelahnya, Lie sukses menyandang gelar Ph.D. Melalui perjuangan tanpa kenal lelah selama sepuluh tahun, Lie akhirnya lulus dengan membanggakan dimana ia lulus empat spesialisasi yakni ahli bedah umum, ahli bedah toraks, ahli bedah jantung dan ahli bedah pembuluh darah.

Selama enam bulan Lie di Semarang kemudian ke RS Rajawali, Bandung. Tahun 1988, Lie berkarir di RS Husada, Jakarta hingga saat ini. Kegiatan sosial pertama Lie sebagai seorang dokter bedah di Indonesia dilakukan saat mengoperasi secara cuma-cuma seorang pembantu rumah tangga tahun 1988. Selanjutnya, Lie juga terus mengupayakan bedah jantung terbuka (bedah di mana jantung dihentikan dari pekerjaannya untuk dibuka untuk diperbaiki). Bedah semacam ini melawan arus karena butuh peralatan yang lebih canggih dan mahal, namun harus dilakukan dalam operasi skala besar. Tahun 1992, Lie akhirnya sukses melangsungkan bedah jantung terbuka untuk pertama kalinya di rumah sakit swasta di Jakarta.

Dr Lie Darmawan tidak pernah lupa kata-kata Ibunya sejak kecil yang ia pegang terus sampai ia berhasil menjadi dokter dengan keahlian empat spesialis bedah.
"Lie, kalau kamu jadi dokter, jangan memeras orang kecil atau orang miskin. Mungkin mereka akan membayar kamu berapapun tetapi diam-diam mereka menangis di rumah karena tidak punya uang untuk membeli beras".

Inspirasi ini melekat  kuat dalam benak Lie. Bersama DoctorSHARE, Lie mendirikan Rumah Sakit Apung (RSA) Swasta, yang diberi nama KM RSA DR. LIE DHARMAWAN. Pelayanan medis dalam RSA dilakukan dengan cuma-cuma. Dari koceknya, ia mewujudkan mimpi yang muskil, membangun rumah sakit apung. Kemudian berlayarlah Lie Dharmawan mengunjungi pulau-pulau kecil di Nusantara, mengobati ribuan warga miskin yang tak memiliki akses pada pelayanan medis. Tujuan didirikannya RSA ini adalah untuk melayani masyarakat yang selama ini kesulitan mendapat bantuan medis dengan segera karena kendala geografis dan finansial, terutama untuk kondisi darurat, khususnya bagi masyarakat prasejahtera yang tersebar di kepulauan di Indonesia. Rumah Sakit Apung milik dr. Lie hanyalah sebuah kapal sederhana yang terbuat dari kayu, yang di dalamnya disekat-sekat menjadi bilik-bilik yang diperuntukkan untuk merawat pasien-pasien inap ataupun pasien-pasien pasca operasi. Sehingga dr. Lie dianggap sebagai dokter gila, karena keberaniannya menggunakan kapal kayu mengarungi pelosok negeri ini untuk membantu saudara-saudara kita yang kurang mampu.

artikel tentang kesehatan reproduksi



Kesehatan Reproduksi
Kesehatan reproduksi adalah bidang multi disiplin mengenai teori, praktek dan penyelidikan yang berkaitan dengan keadaan fisik, mental dankesejahteraan sosial dan bukan hanya ketiadaan penyakit atau kelemahan semata dalam semua hal yang berkaitan dengan sistem kesehatan reproduksi dan fungsi serta prosesnya. Kesehatan reproduksi berusaha untuk meningkatkan status kesehatan reproduksi nasional dan global melalui penelitian, pendidikan dan layanan dari perpektif kesehatan masyarakat.
Abad ke 21 telah tiba dengan perubahan yang kompleks dalam pola demografi, beban penyakit, masalah kesehatan dan kebijakan pembangunan di tingkat nasional dan internasional. Perubahan ini mempengaruhi semua kalangan masyarakat kaya dan miskin, negara maju dan berkembang yang perlu direspon oleh masyarakat akademik.
Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) membahas tentang isu-isu kesehatan reproduksi terutama pada morbiditas kesehatan ibu dan anak, kematian serta HIV/AIDS dan pengobatan. Pendekatan Kesehatan Reproduksiuntuk masalah ini berfokus pada analisis kesehatan reproduksi dan masalah kependudukan dan keluarga berencana menggunakan :
  1. Metode epidemiologi dan biostatistik
  2. Penelitian yang mempengaruhi kesehatan reproduksi.
  3. Memperhatikan politik sosial, ekonomi dan etika kesehatan masyarakat dan pembangunan.
Kesehatan reproduksi terdiri dari sebuah interdisipliner fakultas yang pengajarannya ditujukan untuk kesehatan seksual dan reproduksi,kesehatan ibu dan anak dan perubahan populasi. Fokusnya adalah untuk meningkatlkan kesehatan, pertumbuhan, dan perkembangan di sepanjang hidup dari populasi di indonesia termausk ibu dan bayi, keluarga, remaja perempuan lansia dan populasi dengan kebutuhan perawatan kesehatan khusus dengan pendekatan siklus kehidupan.
Visi Jurusan Kesehatan Reproduksi FKM UVRI Makassar
Menjadikan pusat unggulan dan inovasi dalam pendidikan kesehatan reproduksi serta kegiatan penelitian untuk meningkatkan status kesehatan Masyarakat.
Misi Jurusan Kesehatan Reproduksi FKM UVRI Makassar
  1. Mengembangkan dan mempertahankan pendidikan kesehatan reproduksi untuk memahami dinamika perilaku kesehatan reproduksi di masyarakat.
  2. Melakukan penelitian yang mengarah pada suatu intevensi kesehatan reproduksi yang baru.
  3. Mengembangkan pusat pendidikan yang diakui untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang profesional dibidang kesehatan reproduksi dalam mengumpulkan, mengolah, menganalisis dan menggunakan data surveilans demografi dan kesehatan.
Pelaksanaan Pendidikan dan Penelitian
Pendidikan kesehatan reproduksi berjalan secara sistematis dan terstruktur yang sangat penting untuk kebutuhan praktik kesehatan masyarakat yang terintegrasi dengan penyebaran data secara tepat waktu kepada mereka yang bertanggung jawab untuk pencegahan dan pengendalian masalah kesehatan reproduksi.
Pendidikan diasuh secara etis dan profesional oleh para tenaga pengajar yang ahli dan berkualitas yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan mahasiswa dalam mempengaruhi pembuat kebijakan yang relevan dengan masalah kesehatan reproduksi baik lokal, nasional maupun internasional khususnya untuk masyarakat yang hidup di negara yang sedang berkembang.
Pelatihan dan penelitian dalam peningkatan kompetensi mahasiswa harus memberikan keterampilan baru yang bertujuan unutk memperoleh informasi dan sumberdaya manusia profesional yang baik yang diperlukan untuk mencegah dan mengurangi beban penyakit pada populasi sebagai masalah prioritas di sektor kesehatan.
Tujuan Utama Pendidikan Kesehatan Reproduksi
Institusi kami berkomitmen untuk untuk mkeneraokan misi Tri Dharma Perguruan Tinggi yang bertujuan untuyk mencapai tujuan serbagai pusat inovasi pendidikan, penilaian Kespro dan pelayanan masyarakat untuk kepentingan semua orang.
Tujuan Khusus Pendidikan Kesehatan Reproduksi
  • Melaksanakan pendidikan dan surveilans demografi dan publik di tingkat masyarakat untuk memahami perilaku kesehatan reproduksi serta determinan kesehatan reproduksi, nutrisi, epidemiologi, demografi dan sosial ekonomi yang fundamentalis untuk perencanaan kesehatan dan penyediaan layanan kesehatan reproduksi.
  • Untuk mengembangkan pencegahan bidang kesehatan masyarakat dan tindakan intervensi dalam mempercepat pencapaian tujuan MDGs berkaitan dengan masalah kesehatan reproduksi, termasuk perkembangan teknologi kontrasepsi baru.
  • Mengevaluasi kesehatan reproduksi di kelompok masyarakat yang beresiko.
  • Menawarkan fasilitas untuk pelatihan tentang kesehatan masyarakat dan ilmu kesehatan reproduksi yang menerapkan surveilans demografi dan kesehatan.
Untuk mencapai kompetensi tersebut, maka dirancanglah mata kuliah yang harus ditempuh sebanyak 38 SKS yang disebar pada setiap semester adapun mata kuliah jurusan Kespro sebagai berikut :
  1. Pengantar Kesehatan Reproduksi.
  2. Dasar-Dasar Kesehatan Reproduksi.
  3. Administrasi Mutu Pelayanan Kesehatan Reproduksi.
  4. Siklus Hidup Kesehatan Reproduksi
  5. Vaksin dan Imunisasi.
  6. Sosiologi Kesehatan Reproduksi.
  7. tumbuh Kembang.
  8. Kesehatan Keluarga dan Populasi
  9. Kesehatan Reproduksi Remaja.
  10. Epidemiologi Prenatal kesehatan Reproduksi.
  11. Kesehatan Reproduksi IMS, HIV/AIDS.
  12. Hak-Hak Reproduksi.
  13. Kesehatan Reproduksi Lansia dan Infertilitas.
  14. Infeksi Saluran Reproduksi dan Penyakit Menular Seks.
  15. Rancangan Penelitian Kesehatan Reproduksi.
  16. Kesehatan Reproduksi Seksual Laki-Laki.
  17. Gender dan Reproduksi.